Bilamana membaca judul di atas, mungkin agak sedikit provokatif kali ya. "Ah biasa saja, eh tapi ko ada B2 sih, emang B2 yang itu ya?" Tuh kan saya bilang juga, pasti ada yang penasaran. Iya B2 yang itu, atau tepatnya babi gunung. Malahan bisa saya bilang the man of the match, eh salah, the animal of the match kisah pendakian kali ini, ya babi gunung itu, bikin heboh kita-kita, hehehe.. "Ko bisa? Btw judulnya ada team ijo segala macem, maksudnya apa?" Makin penasaran juga nih yang baca. Makanya ikutin aja dulu kisahnya sampai selesai ya.
Seperti kisah pendakian tahun sebelumnya, Pendakian gunung Cikuray http://galaksicomputer27.blogspot.co.id/2015/12/catatan-perjalanan-gunung-cikuray.html kisah pendakian ke gunung Ciremai kali ini pun, berawal dari kumpulan GGNH yang bertujuan untuk menyalurkan hobby dan mengisi waktu luang selama liburan akhir semester sekolah, dengan kegiatan yang positif serta menguji fisik dan nyali :d.. "Huh, lebay ah. Tapi bentar-bentar, GGNH maksudnya apa sih, om kasih tau om?" Oh iya lupa jelasin. Jika sinetron di tv ada GGS, maka di sekolah kami pun ada GGNH, yang artinya singkatan dari Guru Ganteng Nurul Hikmah, itu kata ibu-ibu guru kami di sekolah loh ya, bukan ngaku-ngaku, hahaha..
Memang acara atau kegiatan naik gunung ini, direncanakan berlangsung tiap tahun, untuk guru SMK Nurul Hikmah Jonggol Bogor, yang berminat ikut serta. Kali ini, kami berlima pak Alfizar dan putranya Rajib, pak Iwan, pak Idris dan saya (Team NH). Di tambah personil teman pak Alfizar dari SMK Abdi Negara, Cibarusah Bekasi yaitu pa Ifan beserta saudara-saudaranya dari Majalengka yang berjumlah enam orang yaitu pak ifan dan dwi (istrinya), pamannya mang Otong, saudaranya Vinna, Sandi dan Alma (Team Ijo). Rombongan kami total 11 orang, 9 laki-laki dan 2 perempuan.
Ada cerita menarik, kenapa pak Ifan dan saudaranya itu bernama Team Ijo. Karena saat mendaki gunung Ciremai, ketika hujan, mereka “ngareog” menggunakan mantel dgn motif dan warna yang sama yang berwarna hijau. Wah, bilamana dari kami team NH ada yg memakai mantel hijau, bisa dipastikan akan dapat piring kali ya, hehe.. Nah, sampe sini, mungkin pembaca bisa memahami judul di atas tentang Team NH dan Team Ijo.
Briefing Persiapan Pendakian (26 Desember 2016)
Pendakian direncanakan selasa, tanggal 27 Desember 2016. Rencana jauh hari sebelumnya, sebenarnya Team NH yang akan ikut serta mencapai delapan orang, tapi di detik-detik terakhir pak Adit, pak Zamal dan pak Rudi, karena ada keperluan satu dan lain hal, memutuskan tidak ikut serta.
Sehari sebelumnya, kami sempatkan briefing untuk mempersiapkan peralatan, akomodasi dan logistik, baik itu perorangan atau pun kelompok. Senin sore itu kami berempat minus Rajib, berkumpul di rumah pak Alfizar, kami rembukan siapa saja yang membawa peralatan kebutuhan kelompok seperti tenda, kompor gas portabel, nesting (peralatan memasak), terpal, plastik besar (untuk packing di carrier dan tempat sampah), pisau dan tali.
Untuk logistik kelompok seperti air minum, mie instant, roti, susu, kopi, obat-obatan, P3K dan gas diputuskan di beli dengan cara patungan digabungkan dengan biaya akomodasi. Prioritas kami untuk kebutuhan logistik ini adalah air minum, dengan kemungkinan terburuk tidak ada sumber air di gunung, maka perhitungan kebutuhan air minum tadi harus cukup untuk naik dan turun.
Berdasarkan pengalaman, kebutuhan logistik kelompok sangat penting di banding membawa logistik masing-masing. Karena dengan cara ini, salah satu hal yang bisa menjaga kesolidan kelompok dan bisa meminimalisir ego pribadi dalam berbagi bekal logistik.
Untuk peralatan standar perorangan, masing-masing harus membawa carrier, jas hujan, sepatu, sandal, head lamp dan baterai cadangan, penutup kepala, sarung tangan, sleeping bag, matras dan pakaian ganti. Sedangkan untuk logistik perorangan, selain kelompok, dibebaskan sesuai keperluannya masing-masing.
Ada kebiasaan atau tradisi tersendiri bagi kami dalam masalah logistik ini, yaitu dengan kemungkinan ribet bilamana memasak nasi dan tetek bengeknya di gunung, maka seperti biasa pak Alfizar dan pak Iwan di daulat untuk memasak timbel (nasi yang dibungkus daun pisang) beserta lauk pauknya dari rumah, supaya saat naik gunung kita langsung eating attack saja, hehehe. Dulu saat ke gunung Cikuray, selain bapak-bapak yang itu :d.. bu Rara juga ikut andil membuat bekal logistik untuk kami dan suami tercinta pak Tikno, ciyee hahaa..
Berdasarkan obrolan grup di bbm, bahwa pa Ifan dan Team Ijo-nya akan menunggu kami (Team NH) di Majalengka. Rencananya kami akan mendaki hari selasa jam 08.00 melalui jalur pendakian Apuy, Majalengka. Karena dikhawatirkan kami akan sulit berkumpul di selasa pagi dan supaya bisa beristirahat terlebih dahulu, akhirnya kami putuskan untuk berangkat senin malam hari itu juga, yang direncanakan berkumpul di rumah pak Iwan, di Cibarusah Bekasi dan berangkat pukul 22.00.
Tiba di Majalengka (27 Desember 2016)
Setelah perlengkapan pribadi dan kelompok di kemas, akhirnya kami berangkat sesuai jadwal yang telah ditentukan dengan menumpang Xenia pak Alfizar. Rute perjalanan yang kami lalui dari Cibarusah Bekasi, kemudian masuk tol Jakarta-Cipali via Cikarang Timur, lalu keluar di Kertajati, langsung menembus kota Majalengka. Selama kurang lebih 3 jam atau sekitar pukul 01.00 selasa dini hari, akhirnya kami tiba di rumah pak Ifan, yang bertempat tinggal di pusat kota Majalengka, untuk beristirahat sejenak.
Pukul 07.00 kami Team NH, pak Ifan dan istri berangkat menuju rumah singgah berikutnya di dekat pasar Maja. Di sana saudara pak Ifan yang akan ikut serta sudah menunggu kami dan kebetulan posisi rumahnya sudah relatif dekat ke base camp Apuy, sebagai salah satu jalur pendakian ke gunung Ciremai. Kami tiba sekitar pukul 08.00 dan tanpa di komando masing-masing personil melakukan packing akhir perlengkapan ke dalam carrier.
Sebagai informasi, versi saya saat packing adalah memasukan plastik besar terlebih dahulu ke dalam carrier. Berikutnya matras ke dalam plastik, yang di bentuk sesuai bulatan atau volume terbesar plastik dan carrier, yang berfungsi sebagai penyangga atau tulang carrier saat di bawa. Kemudian perlengkapan dalam kelompok-kelompok kecil yang juga di bungkus menggunakan plastik dimasukan ke dalam matras dan dipadatkan.
Terakhir plastik besar yang membungkus matras dan perlengkapan di ikat karet atau tali, dengan tujuan untuk melindungi perlengkapan supaya tidak basah bilamana kehujanan. Sebagai catatan tambahan, sebisa mungkin semua barang bawaan harus masuk ke dalam carrier. Hal ini bertujuan supaya anggota badan atau tangan kita leluasa ketika mendaki atau pun menuruni gunung.
Saat menunggu datangnya mobil pickup yang akan membawa kami ke base camp Apuy, kami kedatangan “tamu jauh” dari Cibucil Jonggol yang hendak mudik ke Bantarujeg. Beliau guru atau teman kami di sekolah, adalah bu Nina beserta “pasukannya”, yang sempat kelewat dan bela-belain balik lagi untuk menemui dan “melepas” kepergian kami ke gunung Ciremai. Setelah memberi wejangan dan gunting pita, eh ko kayak mau selamatan, maksudnya setelah berfoto bersama-sama, beliau dan keluarganya melanjutkan kembali perjalanannya.
Bu Nina dan keluarga |
Kira-kira pukul 09.30, mobil pickup yang kami tunggu akhirnya datang juga. Kami kemasi barang, berdoa bersama dan akhirnya mobil mulai berjalan menuju base camp Apuy. Selama di perjalanan yang jalannya cenderung terus menanjak, kami disuguhi pemandangan alam yang menakjubkan, di dukung oleh cuaca yang cukup cerah, tidak terlalu panas dan terasa sejuk. Sejauh mata memandang, perbukitan di kiri dan kanan kami, terhampar areal perkebunan bawang daun, tomat, kol yang tertata rapih dengan sistem terasering atau tanah perkebunan yang berundak-undak. Menurut informasi dari pak Ifan, daerah yang kami lalui tadi bernama Panaweyan, kecamatan Argapura.
Pemandangan di Panaweyan, Kec. Argapura |
Di tengah perjalanan, di suatu puncak perbukitan, mobil mendadak berhenti. Ternyata pak sopir memberikan kesempatan kepada kami sekitar 10 menit untuk menikmati pemandangan dan mengambil foto. Di pandu mang otong menunjukan beberapa tempat, kami bisa jauh memandang berbagai daerah perkebunan, pemukiman penduduk dan dengan jelas pula dapat melihat gunung tampomas, papandayan, cikuray dan juga bendungan yang terletak di tengah-tengah perbukitan. Setelah mengabadikan beberapa gambar, perjalanan dilanjutkan kembali.
Team NH dan perkebunan sistem terasering |
Base Camp Apuy
Pukul 10.30 kami tiba di jalur potong menuju base camp apuy, mobil yang membawa kami tidak bisa langsung masuk karena jalan menuju kesana sedang dalam perbaikan, sehingga untuk beberapa saat, kami harus berjalan kaki. Yo wis tak masalah toh, hitung-hitung pemanasan saja lah, hehe. Saat hendak membayar ongkos mobil, karena sopirnya teman mang otong. Jadinya ongkos yang dikenakan mendapat diskon, hanya 20rb perorang dari yang seharusnya 25rb atau 30rb.
Pukul 10.30 kami tiba di jalur potong menuju base camp apuy, mobil yang membawa kami tidak bisa langsung masuk karena jalan menuju kesana sedang dalam perbaikan, sehingga untuk beberapa saat, kami harus berjalan kaki. Yo wis tak masalah toh, hitung-hitung pemanasan saja lah, hehe. Saat hendak membayar ongkos mobil, karena sopirnya teman mang otong. Jadinya ongkos yang dikenakan mendapat diskon, hanya 20rb perorang dari yang seharusnya 25rb atau 30rb.
Istirahat saat menuju base camp Apuy |
Kami berjalan santai, sambil melihat pemandangan. Kira-kira pukul 12.30 barulah kami tiba di base camp Apuy. Kami beristirahat sejenak dan menunaikan shalat jama taqdim dzuhur dan ashar. Setelahnya kami registrasi, mengisi formulir dan membayar tiket 50rb perorang. Biaya tiket tersebut sudah termasuk fasilitas mendapat sertifikat (dengan syarat membawa sampah sendiri ketika turun gunung) dan jatah makan 1 kali, boleh saat mau naik atau turun dari gunung. Berdasarkan informasi dari petugas registrasi, total waktu perjalanan untuk mencapai puncak, umumnya sekitar 8 jam. Bilamana pendaki kelelahan dan ingin berkemah, ada 6 pos yang siap menanti. Ehm.. 8 jam ya, hahaa..
Pos I Arban
Setelah berdoa bersama untuk kelancaran dan keselamatan selama mendaki gunung dan tak lupa ritual penting nan eksis always, kami meminta pendaki lain menjadi fotografer tembak untuk mengambil foto kami. Pukul 14.00 kami mulai melakukan pendakian. Sepanjang menuju Pos I ini, jalan yang kami lalui relatif landai, dengan kondisi cuaca yang cukup cerah serta pemandangan sekitar berupa pohon-pohon pinus dan sesekali masih dapat melihat perkebunan dan pemukiman penduduk. Berdasarkan informasi dari petugas base camp dan hasil googling, lama perjalanan umumnya adalah 30 menit. Target kami, seperti biasa, minimal kali dua lah atau sekitar 1 jam. Dan hasilnya cukup emejing, kurang lebih 45 menit atau pukul 14.45 akhirnya kami tiba di Pos I.
Pos I Arban
Setelah berdoa bersama untuk kelancaran dan keselamatan selama mendaki gunung dan tak lupa ritual penting nan eksis always, kami meminta pendaki lain menjadi fotografer tembak untuk mengambil foto kami. Pukul 14.00 kami mulai melakukan pendakian. Sepanjang menuju Pos I ini, jalan yang kami lalui relatif landai, dengan kondisi cuaca yang cukup cerah serta pemandangan sekitar berupa pohon-pohon pinus dan sesekali masih dapat melihat perkebunan dan pemukiman penduduk. Berdasarkan informasi dari petugas base camp dan hasil googling, lama perjalanan umumnya adalah 30 menit. Target kami, seperti biasa, minimal kali dua lah atau sekitar 1 jam. Dan hasilnya cukup emejing, kurang lebih 45 menit atau pukul 14.45 akhirnya kami tiba di Pos I.
Plang Pos I |
Pos II Unknown
Selang beberapa saat kami beristirahat, kondisi cuaca mulai kurang bersahabat, dengan cepat awan-awan hujan mulai melingkupi pandangan horizon. Beberapa di antara kami sudah mempersiapkan jas hujan. Pukul 15.30 kami lanjutkan perjalanan menuju Pos II. Tidak berselang lama kami berjalan, hujan mulai turun yang otomatis membuat perjalanan terhenti dan masing-masing mulai mengenakan jas hujan. Tentu pembaca ingat, mengapa pak Ifan dkk, eh dss kali ya (dan saudara-saudaranya), dari kejadian ini dikenal dengan nama Team Ijo. Jalan yang kami lalui sudah memasuki pepohonan yang mulai rapat dan trek yang relatif masih landai diselingi jalan yang terjal menanjak.
O iya, terkait nama pos dan standar lamanya perjalanan dari Pos I ke II, hasil browsing dari beberapa situs, setelah di bandingkan dengan pengalaman sendiri, ternyata ada perbedaan. Penyebabnya, versi pendaki lain Pos Arban ini di sebut sebagai pos II, tetapi nama pos berikutnya benar dan cocok. Versi kami, Pos I bernama Arban sesuai fakta yang kami temui di tkp (lihat gambar). Selidik punya selidik, selama perjalanan setelahnya, ternyata Pos II ini memang ada, tapi plang tidak ada namanya, warna backgroundnya pun tidak kuning seperti umumnya, melainkan hijau.
Jika menurut base camp, lama perjalanan Pos I ke II kurang lebih 1 jam, versi kami ternyata kurang lebih 2 jam atau sampai sekitar pukul 17.30. Karena sebelumnya kami sering beristirahat, tidak lama berselang atau sekitar pukul 17.45 kami mulai melanjutkan perjalanan menuju Pos III.
Pos III Tegal Masawa
Hari mulai beranjak gelap, masing-masing dari kami sudah mulai menyiapkan senter atau head lamp. Ngomong-ngomong soal semen, eh lampu penerangan ketika perjalanan naik gunung. Jika dibanding-bandingkan memang lebih aman menggunakan head lamp, karena jika menggunakan senter, akan menemui kesulitan jika jalur atau trek yang dilalui terjal atau curam dan licin. Yang mana butuh kedua tangan saat memegang akar, batu atau tali ketika memanjat atau turun. Baiknya senter berfungsi sebagai backup saja. Tentunya pembaca bisa membayangkan sendiri lah maksud saya, hehe. *sudah di bayangkan belum :v
Kira-kira pukul 18.30 kami putuskan beristirahat sejenak untuk mengisi perut yang sudah berteriak-teriak dari sore tadi.. Kebetulan kami menemukan tempat yang relatif datar dan cukup luas untuk beristirahat. Saat itulah amunisi utama kami mulai dihidangkan. Tahukah Anda apakah itu? Yup, nasi timbel sodara-sodara. Sambil menikmati makan sore menuju malam itu, beberapa di antara kami ada yang mulai menggunakan kompor gas portabel dan nesting untuk membuat mie instant atau pun kopi.
Perlu diketahui tentang malam di gunung Ciremai. Beberapa hari sebelum berangkat, pastinya kami sharing informasi via medsos atau googling tentang gambaran jalur, pos dan medan pendakiannya. Pengalaman saya sendiri, saat googling atau browsing dan cerita dari teman atau saudara. Selain mendapatkan informasi yang dibutuhkan, juga menemukan informasi atau pengalaman pendaki lain yang “ngeri-ngeri sedap”, di mana tidak sedikit pendaki yang mengalami kejadian-kejadian aneh.
Mitos tentang nini pelet, siluman macan, pasar setan, bak harus dimasukan ke dalam botol atau pun kejadian-kejadian aneh lainnya. Dengan kata lain, gunung Ciremai ini dalam pandangan umumnya, angker dan penuh misteri. Sempat keder juga sih, saat mau berangkat. Tapi dengan keyakinan, yakin perlindungan Yang Maha Kuasa, itikad baik dan berpikir positif, saya mantapkan saja untuk tetap ikut serta. Informasi “ngeri-ngeri sedap” ini pastinya tidak saya sampaikan ke rekan-rekan yang lain, sementara cukup di simpan dalam hati saya saja dulu, hehe..
Berkaitan dengan mental dan motivasi saat mendaki gunung. Ucapan seseorang, apakah dalam satu team atau dari pendaki lain, sangat berpengaruh terhadap mental kita atau anggota lainnya. Memang saat mendaki gunung, faktor kelelahan bisa memicu seseorang menjadi lebih sensitif. Mungkin lebih bijak bilamana ucapan kita terhadap rekan dalam satu team atau pendaki lain, yang sekiranya bisa memberikan semangat. Bilamana sebaliknya, diam atau ikuti pemimpin regu itu lebih baik. Sering saya alami komentar yang di dapat bilamana bertemu pendaki lain adalah "semangat pak, pos anu atau puncak sebentar lagi". Padahal setelahnya sudah berjalan 1 atau 2 jam kemudian, belum ditemui juga yang di maksud :v.. Tapi yang penting adalah esensinya, meskipun kadang dianggap php, hehe.. Tapi tentunya tidak bilamana aku padamu, hahaha..
Kembali ke laptop, kurang lebih 30 menit kami beristirahat, pukul 19.00 kami bersiap-siap kembali melanjutkan perjalanan. Rintik hujan walau kecil masih menemani kami. Trek yang kami lalui kali ini cukup menantang, mulai stabil menanjak, pokoke jarang dapet bonus lah. Di beberapa tempat malah treknya terjal menanjak dan licin karena terguyur air hujan, sehingga kadang kami naik perlahan dengan memegang tali atau akar yang sudah ada sebelumnya Daerah yang kami lalui selama menuju Pos III ini, di penuhi semak, pepohonan kecil dan sedang. Oleh karenanya berdasarkan info hasil browsing, daerah ini di namakan Tegal Masawa (kebun dengan pepohonan kecil).
Sekitar pukul 20.30 atau perjalanan 2 jam lebih dari Pos II akhirnya kami sampai di pos III, di tempat ini kami temui pendaki lain yang sudah mendirikan tenda. Kami beristirahat sejenak, kemudian sekitar Pukul 21.00 kami lanjutkan perjalanan menuju Pos IV.
Pos IV Tegal Jamuju
Jika selama perjalanan naik dari base camp sampai dengan Pos III, terkadang kami bertemu pendaki lain yang turun atau di salip pendaki lain yang sama-sama naik. Perjalanan menuju Pos IV ini mulai sepi, hanya di temani suara-suara burung atau suara binatang lainnya. Perasaan “ngeri-ngeri sedap” itu kadang hinggap, tapi dienyahkan dengan cara berdoa dan berdzikir dalam hati.
Jalur dan medan yang kami lalui kali ini, relatif sama dengan menuju Pos III. Perbedaannya mulai ditemui pohon-pohon besar. Mungkin untuk itulah (selama perjalanan menuju) Pos IV ini dinamakan Tegal Jamuju (kebun dengan pepohonan besar). Selama kurang lebih 2 jam melakukan perjalanan yang diselingi istirahat, atau sekitar pukul 23.00 akhirnya kami sampai di Pos IV.
Selang beberapa saat kami beristirahat, kondisi cuaca mulai kurang bersahabat, dengan cepat awan-awan hujan mulai melingkupi pandangan horizon. Beberapa di antara kami sudah mempersiapkan jas hujan. Pukul 15.30 kami lanjutkan perjalanan menuju Pos II. Tidak berselang lama kami berjalan, hujan mulai turun yang otomatis membuat perjalanan terhenti dan masing-masing mulai mengenakan jas hujan. Tentu pembaca ingat, mengapa pak Ifan dkk, eh dss kali ya (dan saudara-saudaranya), dari kejadian ini dikenal dengan nama Team Ijo. Jalan yang kami lalui sudah memasuki pepohonan yang mulai rapat dan trek yang relatif masih landai diselingi jalan yang terjal menanjak.
O iya, terkait nama pos dan standar lamanya perjalanan dari Pos I ke II, hasil browsing dari beberapa situs, setelah di bandingkan dengan pengalaman sendiri, ternyata ada perbedaan. Penyebabnya, versi pendaki lain Pos Arban ini di sebut sebagai pos II, tetapi nama pos berikutnya benar dan cocok. Versi kami, Pos I bernama Arban sesuai fakta yang kami temui di tkp (lihat gambar). Selidik punya selidik, selama perjalanan setelahnya, ternyata Pos II ini memang ada, tapi plang tidak ada namanya, warna backgroundnya pun tidak kuning seperti umumnya, melainkan hijau.
Jika menurut base camp, lama perjalanan Pos I ke II kurang lebih 1 jam, versi kami ternyata kurang lebih 2 jam atau sampai sekitar pukul 17.30. Karena sebelumnya kami sering beristirahat, tidak lama berselang atau sekitar pukul 17.45 kami mulai melanjutkan perjalanan menuju Pos III.
Pos III Tegal Masawa
Hari mulai beranjak gelap, masing-masing dari kami sudah mulai menyiapkan senter atau head lamp. Ngomong-ngomong soal semen, eh lampu penerangan ketika perjalanan naik gunung. Jika dibanding-bandingkan memang lebih aman menggunakan head lamp, karena jika menggunakan senter, akan menemui kesulitan jika jalur atau trek yang dilalui terjal atau curam dan licin. Yang mana butuh kedua tangan saat memegang akar, batu atau tali ketika memanjat atau turun. Baiknya senter berfungsi sebagai backup saja. Tentunya pembaca bisa membayangkan sendiri lah maksud saya, hehe. *sudah di bayangkan belum :v
Kira-kira pukul 18.30 kami putuskan beristirahat sejenak untuk mengisi perut yang sudah berteriak-teriak dari sore tadi.. Kebetulan kami menemukan tempat yang relatif datar dan cukup luas untuk beristirahat. Saat itulah amunisi utama kami mulai dihidangkan. Tahukah Anda apakah itu? Yup, nasi timbel sodara-sodara. Sambil menikmati makan sore menuju malam itu, beberapa di antara kami ada yang mulai menggunakan kompor gas portabel dan nesting untuk membuat mie instant atau pun kopi.
Perlu diketahui tentang malam di gunung Ciremai. Beberapa hari sebelum berangkat, pastinya kami sharing informasi via medsos atau googling tentang gambaran jalur, pos dan medan pendakiannya. Pengalaman saya sendiri, saat googling atau browsing dan cerita dari teman atau saudara. Selain mendapatkan informasi yang dibutuhkan, juga menemukan informasi atau pengalaman pendaki lain yang “ngeri-ngeri sedap”, di mana tidak sedikit pendaki yang mengalami kejadian-kejadian aneh.
Mitos tentang nini pelet, siluman macan, pasar setan, bak harus dimasukan ke dalam botol atau pun kejadian-kejadian aneh lainnya. Dengan kata lain, gunung Ciremai ini dalam pandangan umumnya, angker dan penuh misteri. Sempat keder juga sih, saat mau berangkat. Tapi dengan keyakinan, yakin perlindungan Yang Maha Kuasa, itikad baik dan berpikir positif, saya mantapkan saja untuk tetap ikut serta. Informasi “ngeri-ngeri sedap” ini pastinya tidak saya sampaikan ke rekan-rekan yang lain, sementara cukup di simpan dalam hati saya saja dulu, hehe..
Berkaitan dengan mental dan motivasi saat mendaki gunung. Ucapan seseorang, apakah dalam satu team atau dari pendaki lain, sangat berpengaruh terhadap mental kita atau anggota lainnya. Memang saat mendaki gunung, faktor kelelahan bisa memicu seseorang menjadi lebih sensitif. Mungkin lebih bijak bilamana ucapan kita terhadap rekan dalam satu team atau pendaki lain, yang sekiranya bisa memberikan semangat. Bilamana sebaliknya, diam atau ikuti pemimpin regu itu lebih baik. Sering saya alami komentar yang di dapat bilamana bertemu pendaki lain adalah "semangat pak, pos anu atau puncak sebentar lagi". Padahal setelahnya sudah berjalan 1 atau 2 jam kemudian, belum ditemui juga yang di maksud :v.. Tapi yang penting adalah esensinya, meskipun kadang dianggap php, hehe.. Tapi tentunya tidak bilamana aku padamu, hahaha..
Kembali ke laptop, kurang lebih 30 menit kami beristirahat, pukul 19.00 kami bersiap-siap kembali melanjutkan perjalanan. Rintik hujan walau kecil masih menemani kami. Trek yang kami lalui kali ini cukup menantang, mulai stabil menanjak, pokoke jarang dapet bonus lah. Di beberapa tempat malah treknya terjal menanjak dan licin karena terguyur air hujan, sehingga kadang kami naik perlahan dengan memegang tali atau akar yang sudah ada sebelumnya Daerah yang kami lalui selama menuju Pos III ini, di penuhi semak, pepohonan kecil dan sedang. Oleh karenanya berdasarkan info hasil browsing, daerah ini di namakan Tegal Masawa (kebun dengan pepohonan kecil).
Sekitar pukul 20.30 atau perjalanan 2 jam lebih dari Pos II akhirnya kami sampai di pos III, di tempat ini kami temui pendaki lain yang sudah mendirikan tenda. Kami beristirahat sejenak, kemudian sekitar Pukul 21.00 kami lanjutkan perjalanan menuju Pos IV.
Pos IV Tegal Jamuju
Jika selama perjalanan naik dari base camp sampai dengan Pos III, terkadang kami bertemu pendaki lain yang turun atau di salip pendaki lain yang sama-sama naik. Perjalanan menuju Pos IV ini mulai sepi, hanya di temani suara-suara burung atau suara binatang lainnya. Perasaan “ngeri-ngeri sedap” itu kadang hinggap, tapi dienyahkan dengan cara berdoa dan berdzikir dalam hati.
Jalur dan medan yang kami lalui kali ini, relatif sama dengan menuju Pos III. Perbedaannya mulai ditemui pohon-pohon besar. Mungkin untuk itulah (selama perjalanan menuju) Pos IV ini dinamakan Tegal Jamuju (kebun dengan pepohonan besar). Selama kurang lebih 2 jam melakukan perjalanan yang diselingi istirahat, atau sekitar pukul 23.00 akhirnya kami sampai di Pos IV.
Pada umumnya tiap pos singgah di gunung Ciremai cukup lega dan lapang, termasuk di Pos IV ini dan banyak kami temui tenda yang sudah berdiri, lebih banyak di banding pos sebelumnya. Jika tidak salah, petugas di base camp Apuy menyarankan bilamana hendak beristirahat tidur, baiknya mendirikan tenda di Pos IV. Rasa lelah dan kantuk sebenarnya sudah mulai menyergap, tapi karena kami ingin mengejar pemandangan sunrise di puncak gunung Ciremai, akhirnya pukul 23.30 perjalanan tetap kami lanjutkan menuju Pos V.
Pos V Sanghyang Rangkah (28 Desember 2016)
Trek menuju Pos V, ternyata malah lebih banyak menguras tenaga dan berjalan tersendat perlahan, karena hampir sepanjang jalurnya banyak bertemu rintangan. Jalan licin, terjal menanjak dan kadang berlumpur, sehingga kadang bak spiderman menaiki gedung, kami “ngorondang” untuk bisa sukses melalui medannya, hahaa.
Selama perjalanan menuju Pos V ini, karena tidak ada informasi pasti, banyak diantara kami mengira bahwa Pos Goa Walet sudah dekat (padahal posisinya masih jauh di Pos VI). Apakah karena mendengar suara guruh atau angin gunung yang menerpa pepohonan atau bisa jadi menganggap suara angin yang berada di sekitar goa. Dua orang laki-laki diantara kami berinisiatif berjalan terlebih dahulu untuk mencari keberadaan goa tersebut atau tempat beristirahat supaya bisa mendirikan tenda.
Kurang lebih 2 jam kami berjalan, atau sekitar pukul 01.30 karena tidak ditemukan goa yang di maksud, akhirnya kami putuskan untuk beristirahat di area yang lapang dan cukup untuk mendirikan 3 tenda. Masing-masing menurunkan bawaan dan kami Team NH langsung mendirikan satu tenda, Team Ijo mendirikan 2 tenda, di pisah antara laki-laki dan perempuan.
Kira-kira 30 menit mendirikan tenda. Sebagian ada yang langsung menjerang air, memasak mie instant dan membuat kopi atau susu panas. Karena hawa dingin sekitar cukup menusuk dan ditemani angin gunung yang menderu, saya sendiri dan umumnya yang lain mengganti pakaian yang basah karena keringat dan hujan dengan pakaian kering di double jaket, sarung tangan dan atau kupluk.
Team NH, Team Ijo dan Babi Gunung
Sekitar pukul 02.30, setelah menikmati mie instant dan kopi panas, kami bersiap tidur dan sepakat bangun pukul 04.00 untuk mengejar pemandangan sunrise di puncak gunung Ciremai. Baru saja kami rebahan dan hendak memejamkan mata, tiba-tiba kami mendengar suara dengusan dan langkah cepat kecil mendekati tenda kami. “Sesuatu” itu makin mendekat dan berada di antara tenda Team NH dan Team Ijo, yang sebelumnya kami jadikan tempat memasak dan mengumpulkan sampah. Karena suaranya cukup jelas, saya pikir semua orang dalam tenda bisa mendengarnya. Masing-masing kami dalam tenda mulai tegang, berdoa meminta perlindungan. Dalam hati saya waktu itu berkata “Nah lo, mungkin ini yang katanya biasa datang mengganggu saat pendaki beristirahat di tenda”.
Kami saling memanggil untuk menanyakan “sesuatu” tersebut, ada yang berdoa dan bershalawat kencang, tetapi belum ada yang berani keluar tenda. Karena tenda perempuan cukup heboh, salah seorang Team Ijo, adalah pak Ifan, bak seorang pahlawan mau tak mau keluar tenda untuk menghampiri tenda istrinya yang berada di sebelahnya. Mungkin saat keluar tenda dan menyorotkan lampu senter ke arah “sesuatu” itu, tiba-tiba berteriak “Astagfirullahuadzim.. itu munding (kerbau-red).. eh, banteng.. gede pisan! (besar banget).. woyy, pada keluar atuh!” Kami di dalam tenda malah makin tegang, terdiam mencicit, cit, cit.. Dalam hati saya berkata (lagi) “Itu banteng jadi-jadian atau apa. Kalo beneran bagaimana kalau sampai obrak-abrik tenda kami”. Tapi yang lainnya pun belum ada yang berani keluar.
Lucunya, kami saling memanggil di dalam tenda masing-masing supaya keluar bersama-sama. Ketika bersepakat dan bilang “Ayo”, tapi… belum ada satu orang pun yang keluar menunjukkan diri.. bwahahaha… (mungkin pak Ifan saat itu sudah masuk tenda istrinya). Sementara kami di dalam tenda bersabar menahan diri (istilah lainnya keder :d), tiba-tiba di belakang tenda kami, tepatnya ruang terpisah dalam satu tenda untuk menyimpan carrier dan barang, terdengar suara mendengus dan menggusur sesuatu. Kami dalam tenda tidak berani membuka riselting tempat penyimpanan tadi.. sampai akhirnya, pak Ifan kembali berteriak “Woyy.. ada carrier yang di bawa.. wahh, di gusur sudah jauh tuh”.
Seketika kami langsung kompak terbangun dan membuka riselting depan, yang menghadap tenda Team Ijo. Pak Alfizar terlebih dahulu keluar tenda dan menyorotkan head lamp ke arah yang ditunjukkan pak Ifan. Pak Alfizar berseru “Itu mah babi gunung, kayak di Sindoro nih.. Masya Allah banyak banget.. ada enam, eh delapan.. tuh, tuh yang gedenya ada dua” Sambil menyorotkan lampu berbarengan, pak Alfizar dan pak Ifan berusaha untuk mengusir babi gunung tersebut.
Carrier yang di bawa babi gunung cs atau mungkin sekeluarga itu, adalah milik pak Idris, di mana terdapat makanan atau timbel beserta lauknya, sisa makan sore menjelang malam tadi. Mungkin makanan itu penyebab carrier pak Idris di bawa atau (bisa jadi) apa karena babi hutannya cewek dan kesengsem sama pak Idris kalik yak, tadinya mungkin modus atau cari perhatian begitu, hehe. Karena penasaran, saya ikut memberanikan diri keluar dan melihatnya. Memang benar adanya, itu babi gunung besarnya mungkin ada kali segede anak sapi, bulu badannya hitam dan matanya berkilat ketika di sorot cahaya head lamp. Hii, tatuut..
Kami menduga bahwa tempat kami berkemah, dekat di daerah sarangnya yang berupa semak-semak, kurang lebih 100 meter dari tempat atau tenda kami. Kadang terlihat hilir mudik hendak menuju arah kami tapi di halau dengan sorot cahaya senter dan head lamp. Untuk menghindari kejadian serupa, kami putuskan membakar sampah bekas makanan, mengumpulkan makanan yang masih utuh dan di simpan rapat-rapat serta menyalakan lampu di dalam dan luar tenda. Pak Alfizar sempat berseloroh, itu baru satu keluarga, apalagi kalo satu kampung yang menyerbu tenda kami, hahaha.. Pukul 03.30 saya mencoba untuk tidur kembali. Karena lelah dan penat setelah perjalanan dari siang hingga malam, akhirnya saya terlelap hingga mentari muncul dari peraduannya. Gagal deh, lihat sunrise.
Pos V Sanghyang Rangkah (28 Desember 2016)
Trek menuju Pos V, ternyata malah lebih banyak menguras tenaga dan berjalan tersendat perlahan, karena hampir sepanjang jalurnya banyak bertemu rintangan. Jalan licin, terjal menanjak dan kadang berlumpur, sehingga kadang bak spiderman menaiki gedung, kami “ngorondang” untuk bisa sukses melalui medannya, hahaa.
Selama perjalanan menuju Pos V ini, karena tidak ada informasi pasti, banyak diantara kami mengira bahwa Pos Goa Walet sudah dekat (padahal posisinya masih jauh di Pos VI). Apakah karena mendengar suara guruh atau angin gunung yang menerpa pepohonan atau bisa jadi menganggap suara angin yang berada di sekitar goa. Dua orang laki-laki diantara kami berinisiatif berjalan terlebih dahulu untuk mencari keberadaan goa tersebut atau tempat beristirahat supaya bisa mendirikan tenda.
Kurang lebih 2 jam kami berjalan, atau sekitar pukul 01.30 karena tidak ditemukan goa yang di maksud, akhirnya kami putuskan untuk beristirahat di area yang lapang dan cukup untuk mendirikan 3 tenda. Masing-masing menurunkan bawaan dan kami Team NH langsung mendirikan satu tenda, Team Ijo mendirikan 2 tenda, di pisah antara laki-laki dan perempuan.
Kira-kira 30 menit mendirikan tenda. Sebagian ada yang langsung menjerang air, memasak mie instant dan membuat kopi atau susu panas. Karena hawa dingin sekitar cukup menusuk dan ditemani angin gunung yang menderu, saya sendiri dan umumnya yang lain mengganti pakaian yang basah karena keringat dan hujan dengan pakaian kering di double jaket, sarung tangan dan atau kupluk.
Team NH, Team Ijo dan Babi Gunung
Sekitar pukul 02.30, setelah menikmati mie instant dan kopi panas, kami bersiap tidur dan sepakat bangun pukul 04.00 untuk mengejar pemandangan sunrise di puncak gunung Ciremai. Baru saja kami rebahan dan hendak memejamkan mata, tiba-tiba kami mendengar suara dengusan dan langkah cepat kecil mendekati tenda kami. “Sesuatu” itu makin mendekat dan berada di antara tenda Team NH dan Team Ijo, yang sebelumnya kami jadikan tempat memasak dan mengumpulkan sampah. Karena suaranya cukup jelas, saya pikir semua orang dalam tenda bisa mendengarnya. Masing-masing kami dalam tenda mulai tegang, berdoa meminta perlindungan. Dalam hati saya waktu itu berkata “Nah lo, mungkin ini yang katanya biasa datang mengganggu saat pendaki beristirahat di tenda”.
Kami saling memanggil untuk menanyakan “sesuatu” tersebut, ada yang berdoa dan bershalawat kencang, tetapi belum ada yang berani keluar tenda. Karena tenda perempuan cukup heboh, salah seorang Team Ijo, adalah pak Ifan, bak seorang pahlawan mau tak mau keluar tenda untuk menghampiri tenda istrinya yang berada di sebelahnya. Mungkin saat keluar tenda dan menyorotkan lampu senter ke arah “sesuatu” itu, tiba-tiba berteriak “Astagfirullahuadzim.. itu munding (kerbau-red).. eh, banteng.. gede pisan! (besar banget).. woyy, pada keluar atuh!” Kami di dalam tenda malah makin tegang, terdiam mencicit, cit, cit.. Dalam hati saya berkata (lagi) “Itu banteng jadi-jadian atau apa. Kalo beneran bagaimana kalau sampai obrak-abrik tenda kami”. Tapi yang lainnya pun belum ada yang berani keluar.
Lucunya, kami saling memanggil di dalam tenda masing-masing supaya keluar bersama-sama. Ketika bersepakat dan bilang “Ayo”, tapi… belum ada satu orang pun yang keluar menunjukkan diri.. bwahahaha… (mungkin pak Ifan saat itu sudah masuk tenda istrinya). Sementara kami di dalam tenda bersabar menahan diri (istilah lainnya keder :d), tiba-tiba di belakang tenda kami, tepatnya ruang terpisah dalam satu tenda untuk menyimpan carrier dan barang, terdengar suara mendengus dan menggusur sesuatu. Kami dalam tenda tidak berani membuka riselting tempat penyimpanan tadi.. sampai akhirnya, pak Ifan kembali berteriak “Woyy.. ada carrier yang di bawa.. wahh, di gusur sudah jauh tuh”.
Seketika kami langsung kompak terbangun dan membuka riselting depan, yang menghadap tenda Team Ijo. Pak Alfizar terlebih dahulu keluar tenda dan menyorotkan head lamp ke arah yang ditunjukkan pak Ifan. Pak Alfizar berseru “Itu mah babi gunung, kayak di Sindoro nih.. Masya Allah banyak banget.. ada enam, eh delapan.. tuh, tuh yang gedenya ada dua” Sambil menyorotkan lampu berbarengan, pak Alfizar dan pak Ifan berusaha untuk mengusir babi gunung tersebut.
Carrier yang di bawa babi gunung cs atau mungkin sekeluarga itu, adalah milik pak Idris, di mana terdapat makanan atau timbel beserta lauknya, sisa makan sore menjelang malam tadi. Mungkin makanan itu penyebab carrier pak Idris di bawa atau (bisa jadi) apa karena babi hutannya cewek dan kesengsem sama pak Idris kalik yak, tadinya mungkin modus atau cari perhatian begitu, hehe. Karena penasaran, saya ikut memberanikan diri keluar dan melihatnya. Memang benar adanya, itu babi gunung besarnya mungkin ada kali segede anak sapi, bulu badannya hitam dan matanya berkilat ketika di sorot cahaya head lamp. Hii, tatuut..
Kami menduga bahwa tempat kami berkemah, dekat di daerah sarangnya yang berupa semak-semak, kurang lebih 100 meter dari tempat atau tenda kami. Kadang terlihat hilir mudik hendak menuju arah kami tapi di halau dengan sorot cahaya senter dan head lamp. Untuk menghindari kejadian serupa, kami putuskan membakar sampah bekas makanan, mengumpulkan makanan yang masih utuh dan di simpan rapat-rapat serta menyalakan lampu di dalam dan luar tenda. Pak Alfizar sempat berseloroh, itu baru satu keluarga, apalagi kalo satu kampung yang menyerbu tenda kami, hahaha.. Pukul 03.30 saya mencoba untuk tidur kembali. Karena lelah dan penat setelah perjalanan dari siang hingga malam, akhirnya saya terlelap hingga mentari muncul dari peraduannya. Gagal deh, lihat sunrise.
Plang Pos V |
Pukul 09.00 setelah selesai sarapan, kami bersiap-siap kembali untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak. Supaya tidak ribet, tenda dan sebagian barang tidak kami bawa untuk muncak. Pukul 09.30 kami mulai berjalan. Tanpa di sangka kurang lebih 15 menit kemudian, kami sampai di Pos V !! Coba kalau tadi malam bersabar sebentar untuk melanjutkan perjalanan dan berkemah di sini, tentu tidak akan di ganggu oleh kawanan si berat cs itu kali ya dan kemungkinan besar bisa melihat sunrise, hiks.
Di area Pos V ini, konon dulunya dan katanya masih ada sekarang pun, merupakan tempat orang semedi atau bertapa untuk mencari ilmu dan benda pusaka, makanya di namakan Sanghyang Rangkah yang berarti ada tapi tiada. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melihat patilasannya. Memang suasananya agak gimana gituh, di beberapa titik tertentu menjulang pohon-pohon yang sangat besar. Karena belum sampai berkeringat, Pos V kami lewati saja, langsung menuju ke Pos VI.
Pos VI Goa Walet
Sepanjang menuju Pos VI ini, pada awalnya cukup bersahabat dan di suguhi pemandangan lembah padang belukar di sisi kiri dan kanan kami. Sesekali ditemui pohon-pohon edelweis di lembah atau jalur pendakian kami. Satu jam berlalu, cuaca yang tadinya cerah, mendadak atau dengan cepat tertutup kabut. Medan yang kami lalui pun semakin sulit, terjal menanjak, penuh dengan bebatuan atau seringkali menemui lorong berpasir.
Pos VI Goa Walet
Sepanjang menuju Pos VI ini, pada awalnya cukup bersahabat dan di suguhi pemandangan lembah padang belukar di sisi kiri dan kanan kami. Sesekali ditemui pohon-pohon edelweis di lembah atau jalur pendakian kami. Satu jam berlalu, cuaca yang tadinya cerah, mendadak atau dengan cepat tertutup kabut. Medan yang kami lalui pun semakin sulit, terjal menanjak, penuh dengan bebatuan atau seringkali menemui lorong berpasir.
Pertemuan jalur apuy dan palutungan |
Sekitar pukul 11.30 kami sampai pada titik pertemuan antara jalur Apuy dan Palutungan. Di dekat itu pula, kami menemukan nisan yang di tanam dalam batu dan dilindungi kaca. Kabarnya dulu ada pendaki yang jatuh ke dalam kawah gunung Ciremai, kemudian keluarganya yang membuatkan nisan tersebut. Pukul 12.00 akhirnya kami sampai di Pos VI. Sempat terlihat dari jalur utama pendakian, Goa Walet yang letaknya ada di lembah bawah sebelah kanan. Karena cuaca semakin memburuk dan sudah mulai rintik hujan serta menunggu rekan lain yang sempat tertinggal, kami mengurungkan niat menuju ke sana.
Summit Attack
Setelah semua personil berkumpul, perjalanan akhir menuju puncak (Summit Attack) kami lanjutkan. Medan kali ini bertambah terjal dan penuh bebatuan. Pohon-pohon yang kami temui semakin jarang, tetapi lembah sebelah kanan kami dipenuhi pepohonan edelweis. Jadi teringat cerita pendaki lain yang tersesat selama 3 hari di gunung Ciremai, karena terbuaikan padang edelweiss di suatu lembah, bisa jadi lembah ini yang dimaksud karena arahnya menuju palutungan dan daerah di bawahnya banyak ditemui curug.
Pukul 13.00 akhirnya kami mencapai puncak gunung Ciremai, dengan mengucap syukur kepada Sang Pencipta karena telah sampai dengan selamat. Sungguh kami merasa kecil atas kebesaran ciptaan-Nya. Rintik hujan semakin membesar, pemandangan di sekitar puncak jadi tidak terlalu jelas karena berkabut. Ketika hujan mulai sedikit mereda, kami melihat bendera dan prasasti sebagai tanda titik tertinggi gunung Ciremai (3.078 mdpl). Tidak ada pendaki lain saat itu, mungkin karena cuaca yang kurang bersahabat. Setelah mengambil gambar atau foto, akhirnya kami kembali menuruni puncak untuk kembali ke tempat kami mendirikan tenda.
Summit Attack
Setelah semua personil berkumpul, perjalanan akhir menuju puncak (Summit Attack) kami lanjutkan. Medan kali ini bertambah terjal dan penuh bebatuan. Pohon-pohon yang kami temui semakin jarang, tetapi lembah sebelah kanan kami dipenuhi pepohonan edelweis. Jadi teringat cerita pendaki lain yang tersesat selama 3 hari di gunung Ciremai, karena terbuaikan padang edelweiss di suatu lembah, bisa jadi lembah ini yang dimaksud karena arahnya menuju palutungan dan daerah di bawahnya banyak ditemui curug.
Pukul 13.00 akhirnya kami mencapai puncak gunung Ciremai, dengan mengucap syukur kepada Sang Pencipta karena telah sampai dengan selamat. Sungguh kami merasa kecil atas kebesaran ciptaan-Nya. Rintik hujan semakin membesar, pemandangan di sekitar puncak jadi tidak terlalu jelas karena berkabut. Ketika hujan mulai sedikit mereda, kami melihat bendera dan prasasti sebagai tanda titik tertinggi gunung Ciremai (3.078 mdpl). Tidak ada pendaki lain saat itu, mungkin karena cuaca yang kurang bersahabat. Setelah mengambil gambar atau foto, akhirnya kami kembali menuruni puncak untuk kembali ke tempat kami mendirikan tenda.
Team Ijo dan Team NH di puncak Majakuning, gunung Ciremai (3078 mdpl) |
Perjalanan Pulang (29 Desember 2016)
Selama perjalanan turun dari puncak, hujan kembali menderas, sejauh pandangan tertutup kabut. Team NH terlebih dahulu turun, sekitar pukul 15.00 akhirnya sampai di tempat kami berkemah, yang kemudian berturut-turut menyusul Tim Ijo. Sempat khawatir pula, saat muncak bilamana di tinggal akan di acak-acak lagi oleh babi hutan, tapi kami bernapas lega ketika turun tidak sampai terjadi apa yang kami khawatirkan. Namun dalam tenda dan sebagian barang menjadi basah karena hujan. Kami kembali beristirahat, menghangatkan makanan, mengisi perut dan di tutup dengan kopi panas.
Setelahnya kami mulai berkemas. Barang-barang pribadi terlebih dahulu, kemudian membereskan tenda dan mengumpulkan sampah untuk di bawa turun. Target kami sebelum gelap, kami harus sudah turun dari tempat tersebut. Karena sebagian besar pakaian kami kotor atau basah, diputuskan malam itu juga, jika kondisi kami memungkinkan untuk langsung menuju base camp Apuy.
Pukul 19.00 kami mulai menuruni gunung Ciremai, meski logistik berkurang tapi karena pakaian dan tenda yang basah, beban carrier kami ketika mendaki tidak beda jauh dengan saat mendaki. Medannya pun curam dan semakin licin karena tadi siang di guyur hujan. Untuk melewati medan yang sulit tersebut, tidak jarang jurus ngesot dilakukan untuk melaluinya. Jika pada saat naik, Team Ijo berada di depan, saat turun situasinya berbalik, Team NH yang berjalan terlebih dahulu. Meskipun kadang tertinggal cukup jauh, tapi kami saling menunggu.
Perjalanan yang kami tempuh selama turun yang di selingi istirahat mencapai 6 jam atau sekitar pukul 01.00 untuk bisa sampai ke Pos II. Saat menuju Pos I, kami sempat mengambil jalan yang berbeda ketika kami naik, meskipun tujuannya sama. Di pertengahan antara Pos I dan II, kami mengambil jalan ke kiri (plang bertuliskan “curam”). Karena ada jarak dan tidak melihat kami, Team Ijo sebenarnya sudah betul mengambil jalan ke kanan, tetapi akhirnya Team Ijo bergabung kembali mengikuti Team NH. Kami sempat bingung, jalan yang kami lalui sangat curam dan serasa belum melewatinya saat naik. Tetapi dengan kekompakan dan kebersamaan, kami tetap lanjutkan perjalanan sampai tiba di Pos I. Karena sudah sangat dekat, perjalanan di lanjutkan kembali hingga akhirnya sampai di base camp Apuy sekitar pukul 04.00.
Epilog
Setelah shalat shubuh, beristirahat dan sarapan dari jatah makan kami ketika registasi. Pukul 09.00 kami menumpang mobil pickup dari Apuy. Karena jalannya sudah diperbaiki, jadi kami bisa langsung menuju rumah singgah di dekat pasar Maja. Setelah kami, Team NH berpamitan, kembali kami menuju rumah singgah berikutnya yaitu ke rumah pak Ifan di Majalengka, dengan menumpang Xenia pak Alfizar. Kami beristirahat cukup lama hingga sore dan mendapatkan pelayanan prima dari sohibul bait. Nuhun pisan pak, hehe. Hingga akhirnya, sekitar pukul 17.00 kami pamit kepada tuan rumah dan langsung kembali pulang ke Cibarusah Bekasi. #end#
Sumber referensi :
good article...kereenn
BalasHapussiap.. nuhun kang jamal tos mampir..
HapusSadap
BalasHapus